Wawancara Santai Episode 3: Tanya Jawab #SeputarRamadan part 1

Wawancara Santai Episode 3: Tanya Jawab #SeputarRamadan part 1

Apa itu fidyah?

Fidyah adalah suatu makanan pokok yang diberikan kepada orang miskin/fakir sebab seseorang yang diharuskan membayar ketika tidak berpuasa. Untuk golongan yang wajib membayar fidyah ada di tabel fidyah dan qadha. Jumlahnya satu mud makanan pokok untuk setiap jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Misalkan sesorang meninggalkan 2 hari puasa dan mengharuskan bayar fidyah (sesuai tertera pada tabel), maka orang tersebut membayar sejumlah 2 mud beras. Konteks “makanan pokok” masyarakat Indonesia menggunakan beras. Ukuran mud yaitu 675 gram atau 6,75 ons.

 

Fidyah diberikan kepada siapa?

Fidyah wajib diberikan kepada fakir atau miskin, bukan untuk golongan mustahiq zakat. Fidyah ini berbeda dengan zakat.

 

Bagaimana jika berhubungan seks (jima’) saat puasa ramadan?

Berhubungan badan ada dua kemungkinan: (1) sudah suami istri; (2) belum suami istri (zina). Berzina di bulan ramadan (pada poin 2), ini lebih buruk daripada berhubungan badan suami istri (pada poin 1). Walaupun dari segi dosa berbeda, tetapi kafarah (denda) dari keduanya sama. Kafarah yang harus dikeluarkan  yakni dengan urutan sebagai berikut:

1.Membebaskan seorang budak mukmin yang bebas dari cacat

2.Jika tidak mampu (menjalankan no.1), maka berpuasa dua bulan berturut-turut.

3.Jika tidak mampu, memberi makan kepada 60 orang miskin. Setiap orang miskin mendapatkan satu mud makanan.

Karena zaman sekarang sudah tidak ditemukan budak, maka kafarah-nya bisa dijalankan pada nomor 2 atau nomor 3.

 

Bagaimana jika orang fakir/miskin, diwajibkan membayar fidyah?

Orang fakir/miskin tetap wajib membayar fidyah/Kafarah jika memang dia diharuskan membayar sebab berhalangan puasa seperti yang dituliskan pada tabel fidyah. Bahkan, Rasul pernah berusaha membantu orang fakir dalam melunasi kafarahnya. Rasulullah masih memerintahkan seorang badui (yang melakukan jima’ di siang hari bulan Ramadhan) untuk membayar kafarah dengan menggunakan pemberian dari Rasulullah, padahal orang tersebut telah memberitahukan kepada Nabi bila dia tidak mampu menunaikannya.

 

“Suatu hari kami pernah duduk-duduk di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang terjadi padamu?” Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria tadi juga menjawab, “Tidak”. Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,“Di mana orang yang bertanya tadi?” Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ambillah dan bersedakahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.” (HR. Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 1111).